Selasa, 01 November 2011

Raja Sapta Oktohari Menjabat Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda (HIPMI)

Nama : Achmad Faisal
Kelas : 2 KA 30
NPM : 10110071


MAKASSAR- CEO OSO Group Raja Sapta Oktohari memenangkan pemilihan Ketua Umum BPP Himpunan Pengusaha Muda (Hipmi) pada Munas XIV di Makassar, dini hari tadi.

Okto –sapaan akrab Raja Sapta Oktohari, berhasil meraih 97 dari 165 suara yang diperebutkan dalam ajang tersebut. Sementara saingan terdekatnya, yaitu Priamanaya Djan hanya didukung 67 suara, 1 suara dinyatakan abstain. Sebenarnya ada tiga calon yang maju dalam pemilihan tersebut,yaitu Harry Warganegara, Priamanaya Djan, dan Raja Sapta Oktohari.

Namun dalam pemilihan tersebut, Harry yang merupakan CEO Perusda Sulbar itu tidak mendapatkan satupun suara. Satu kandidat lainnya,yaitu Erick Hidayat,menyatakan tidak bersedia dipilih dalam Munas tersebut sesaat sebelum voting. Riuh rendah pendukung Okto, mulai terlihat saat penghitungan suara baru mencapai 83, atau setengah dari suara yang dibutuhkan.

Kondisi tersebut mengakibatkan, ratusan pendukung Okto merangsek ke depan panggung sehingga penghitungan suara sempat dihentikan sementara waktu.Tampak hadir dalam penghitungan suara tersebut Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo, Anggota DPD RI Aksa Mahmud,Abdul Latief,Anindya Bakrie, Sandiaga Uno, dan beberapa tokoh Hipmi lainnya.

Sebelum pemilihan, kandidat Ketua Umum Hipmi Erick Hidayat yang juga adalah putra dari Menteri Perindustrian MS Hidayat memberikan kejutan. Dia menyatakan mundur dari bursa pemilihan. Padahal, selama dua bulan terakhir, Erick dan tim pemenangannya intens melakukan sosialisasi di beberapa daerah di Indonesia.

Pengunduran diri tersebut disampaikan saat majelis sidang pemilihan yang dipimpin oleh Kamrussamad,mempersilakan Erick naik ke podium untuk menyampaikan kesediaannya di hadapan peserta sidang di Ballroom Grand Clarion Hotel Makassar. “Kami sudah membangun kesepakatan dengan saudara Priamanaya Djan, dan kami meminta para pendukung untuk mendelegasikan suaranya ke kandidat nomor urut dua. Saya memohon agar kita jangan mempermalukan Hipmi, kita harus tetap bersatu,”katanya.

Sempat terjadi keributan di Ballroom,sebelum pembacaan visi-misi kandidat. Pasalnya, Pria dan Erik terlambat memasuki ruang pertemuan, meski telah dipanggil berkali-kali. Bahkan beberapa peserta sidang, menginterupsi dan meminta majelis sidang membatalkan pencalonan keduanya. Beberapa saat kemudian, keduanya baru muncul.


Koalisi Okto-Harry

Tak hanya Erik dan Pria yang berkoalisi dalam pemilihan ketua umum Hipmi, tadi malam. Dua kandidat lain, Harry Warganegara (HWN) dan Raja Sapta Oktohari (RSO), juga menyatukan suaranya menghadapi lawan. Hal itu ditandai dengan penandatanganan kesepakatan bersama, yang dilakukan di Executive Lounge Grand Clarion Hotel Makassar sekitar pukul 15.00 Wita.

Dengan adanya kesepakatan tersebut, sebanyak 19 BPD Hipmi menyatakan dukungannya terhadap RSOHWN. Mereka ada Jawa Tengah, Papua,Papua Barat, Maluku, Aceh, NTB, Kalbar, Kaltim, Kalteng, Bali, Jogjakarta, Sulsel, Maluku Utara, Banten, Bengkulu, Sultra, Lampung, Kalsel dan Kepulauan Riau.

Diketahui, tiap BPD Hipmi memiliki lima suara. Dengan dukungan 19 BPD tersebut, RSO-HWN mengantongi 95 suara,dari 165 suara yang diperebutkan. WHN mengatakan, para pihak sepakat bahwa pemilik suara terbanyak akan didaulat menjadi ketua, dan pemenang kedua akan diposisikan sebagai Sekjen.

Pengusaha Muda Berprestasi

Raja Sapta Oktohari adalah promotor sekaligus pemilik OSO Group. Dialah yang pernah mendatangkan David Foster and Friends,Janet Jackson, dan Justin Bieber ke Jakarta. Pria kelahiran Jakarta 15 Oktober 1975 ini juga ikut membangkitkan semangat nasionalisme saat petinju andalan Indonesia Chris John mempertahankan sabuknya.

Pertarungan Chris John pada Desember 2010 lalu itu, adalah pertaruhan nama baik Indonesia. Jika tidak diselenggarakan, maka gelar sebagai juara dunia akan dicabut. Ironisnya tidak satupun pengusaha yang bersedia menjadi promotor saat itu. Maka tampillah RSO - singkatan namanya, sebagai promotor, meski tanpa mendapatkan keuntungan sama sekali.

“Chris John itu aset bangsa, dia harusnya sudah jadi pahlawan nasional.Karena dia satu-satunya orang Indonesia yang berhasil mempertahankan gelar hingga 14 kali.Terlepas dari kelebihan dan kekurangannya, dia harus tetap dilindungi. Dan sebagai seorang promotor yang ikut bertanggung jawab, maka saya harus ikut menyelamatkan aset bangsa ini,”kata pria yang akrab disapa Okto ini.

Kepedulian putra pasangan Oesman Sapta dan Serviati Oesman ini, tidak berhenti begitu saja.Pada 28 Oktober mendatang, dia juga mensponsori pendaki gunung asal Indonesia Sabar Gorky, yang akan mendaki puncak tertinggi di Afrika Gunung Kilimanjaro. Kegigihan lelaki yang hanya mempunyai satu kaki itu, ternyata juga menggerakkan empati Okto.

Melalui OSO Grup, sebuah perusahaan yang bergerak di hampir semua lini, membuat dirinya berhasil sukses di dunia bisnis Indonesia. Sekadar diketahui, OSO Grup saat ini juga sudah merambah Makassar yang berencana mengembangkan kawasan di daerah Tanjungbunga.

“Mengurusi Hipmi sudah menjadi panggilan jiwa. Artinya, saya tahu orang tua saya (Oesman Sapta) dulu pernah menjadi Ketua Umum Hipmi Kalimantan Barat.Dan selama kepengurusan Bapak Erwin Aksa, saya diajari kecintaan terhadap organisasi ini.Dan ini akan saya bawa dalam kepengurusan Hipmi tiga tahun ke depan,”ungkapnya. SI/  syahlan

Organisasi Sosial Profesi HIPMI (Himpunan Pengusaha Muda Indonesia)

Nama : Achmad Faisal
Kelas : 2 KA 30
NPM : 10110071


Sekilas perjalanan HIPMI

Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) didirikan pada tanggal 10 Juni 1972. Pendirian organisasi ini dilandasi semangat untuk menumbuhkan wirausaha di kalangan pemuda, karena pada saat itu tidak banyak kaum muda yang bercita - cita menjadi pengusaha.

Para pendiri yang rata - rata merupakan pengusaha pemula yang terdiri dari Drs. Abdul Latief, Ir. Siswono Yudo Husodo, Teu ku Sj ahrul, Datuk Hakim Thantawi, Badar Tando, Irawan Djajaatmadja, SH , Hari Sjamsudin Mangaan, Pontjo Sutowo, dan Ir. Mahdi Diah.

Pada saat itu anggapan yang berkembang di masyarakat menempatkan kelompok pengusaha pada strata yang sangat rendah sehingga sebagian besar anak muda terutama kalangan intelektual lebih memilih profesi lain seperti birokrat, TNI / POLRI dan sebagainya.

Dalam perjalanannya sampai terjadinya krisis ekonomi di tahun 1998, HIPMI telah sukses mencetak kaderisasi wirausaha, dengan tampilnya tokoh - tokoh muda dalam percaturan dunia usaha nasional maupun internasional. Keadaan itu kemudian dapat merubah pandangan masyarakat terhadap profesi pengusaha pada posisi terhormat.

Pada Era Reformasi, terutama pasca krisis ekonomi, dit untut adanya perubahan visi, dan misi organisasi. HIPMI senantiasa adaptif dengan paradigma baru yakni menjadikan Usaha Kecil - Menengah sebagai pilar utama dan lokomotif pembangunan ekonomi nasional.

 

Motto

HIPMI memiliki motto Pengusaha Pejuang-Pejuang Pengusaha yang bermakna bahwa kader- kader HIPMI tidak saja diharapkan menjadi pengusaha nasional yang tangguh tetapi juga menjadi pengusaha yang berwawasan kebangsaan dan memiliki kepedulian terhadap tuntutan nurani rakyat.

 

Bentuk Organisasi

HIPMI adalah organisasi independen non partisan. HIPMI bukan merupakan underbouw dari organisasi manapun.

 

Struktur Organisasi

Stuktur Organisasi HIPMI berada di tingkat pusat maupun daerah. HIPMI menetapkan adanya Badan Pengurus Pusat yang berkedudukan di Ibukota Negara, Badan Pengurus Daerah berkedudukan di Ibukota Provinsi, dan Badan Pengurus Cabang berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota. Hingga saat ini HIPMI telah ada di 33 propinsi di Indonesia dan memiliki 274 Badan Pengurus Cabang. Seiring dengan otonomi daerah dan pemekaran, HIPMI terus berkembang agar dapat terwakili di seluruh Indonesia.

 

Keanggotaan

Ketentuan organisasi menetapkan dua jenis keanggotaan. Status sebagai A nggota B iasa bagi mereka yang berusia 18 - 40 tahun. Sedangkan bagi mereka yang telah melewati usia di atas 40 tahun statusnya menjadi A nggota L uar B iasa, akrabnya sering disebut sebagai para Senior. Keanggotaannya bersifat terbuka bagi siapa saja yang memiliki usaha.

Hingga saat ini, jumlah anggota HIPMI di seluruh Indonesia mencapai + 25.000 pengusaha dengan mayoritas bergerak di sektor UKM.

Potensi kaum muda yang bisa dicetak menjadi pengusaha muda - usia antara 20 - 41 tahun - menurut data BPS sekitar 70 juta jiwa. Jika 10 %nya saja terjun ke dunia usaha dengan masing-masing menciptakan 5 lapangan pekerjaan, maka sekitar 7 juta pengusaha akan lahir dan dapat berpotensi membuka lapangan pekerjaan bagi 35 juta jiwa.

 

Platform Perjuangan HIPMI kedepan

HIPMI telah membulatkan tekad untuk menumbuhkan klaster pengusaha menengah baru yang benilai tambah, bersinergi dan bermartabat. Klaster pengusaha menengah baru ini adalah sebuah klaster yang berisi pengusaha-pengusaha yang memiliki kemampuan value creation, inovatif, profesional, fokus dan memegang nilai-nilai normatif dalam menjalankan usahanya. Klaster ini lahir dari proses tempaan HIPMI sehingga menjadi pengusaha matang dan tangguh - Pengusaha yang naik kelas dari pengusaha kecil menjadi menengah dan dari pengusaha lokal menjadi nasional.

 

Jenis Usaha Anggota

* Perkebunan, Pertanian, Kehutanan dan Perikanan * Pertambangan * Industri Kimia, Industri Elektronika, Industri Suku Cadang otomotif, Industri Furniture * Pariwisata * Jasa Konstruksi Sipil, dan Mekanikel. * Jasa Konsultansi * Jasa Pengadaan * Jasa Keuangan * Distributor * Jasa - jasa lainnya.

Senin, 31 Oktober 2011

Taktik untuk menangani Konflik

d.     Avoiding
Taktik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfirmasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini cocok untuk menyelesaikan masalah yang sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous situations). Kelemahannya adalah penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalahnya.

e.     Compromissing
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give and ache approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi sangat cocok dipergunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak –pihak yang memliki tujuan yang berbeda, tetapi memiliki kekuatan yang sama. Misalnya, dalam negosiasi kontrak antara buruh dan majikan. Kekuatan yang utama dari kompromi adalah prosesnya yang sangat demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Akan tetapi, penyelesaian konfliknya terkadang bersifat sementara dan mencegah munculnya kreatifitas dalam penyelesaian masalah.
            Model-model diatas, sudah tentu hanya merupakan sebagian saja dari banyak model yang dapat dipilih dalam manajemen konflik. Model apapun yang akan dipilih akan bergantung pada beberapa faktor, antara lain : (1) latar belakang terjadinya konflik; (2) kategori pihak-pihak yang terlibat dalam konflik : apakan antar individu, individu dengan kelompok, atau antarkelompok dalam organisasi; (3) kompleksitas masalah yang akan dipecahkan; (4) kompleksitas organisasi.

Penanganan Konflik dengan metode Dominating (forcing)

c.      Dominating (forcing)
Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet. Akan tetapi, tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat. Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusam oleh mereka yang terlibat.

Gaya Penanganan Konflik.

a.     Integrating (problem Solving)
Dalam gaya ini, pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan, dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham (missunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalahnya.

b.     Obliging (smoothing)
Seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada sendiri. Gaya ini sering pula disebut smoothing (melicinkan) karena berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekan persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerja sama. Kelemahannya, penyelesaiannya bersifat sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan.

Macam-macam Gaya Penanganan konflik

B.        Kemajuan Konflik
            Sulit mengatasi konflik jika semua pihak nyang terlibat tidak siap untuk suatu rekonsiliasi. Jika masing-masing pihak merasa bahwa diri mereka yang paling dirugikan, konflik sulit untuk dipecahkan. Oleh karena itu, hal penting yang harus dilakukan adalah membujuk pihak-pihak yang terlibat agar menyadari bahwa mereka sama-sama menderita akibat dari konflik. Pihak-pihak yang terlibat harus dibawa pada “posisi yang sama”, sehingga secara sukarela berpartisipasi dalam penyelesaian konflik.

1.        Lima gaya penanganan konflik ( five conflict-handling stylesI) dari Kreitner dan Kinicki
            Kreitner dan Kinicki mengadopsi model ini dari M.A. Rahim, dari tulisannya “A Strategy for Managing Konflict in Complex Organization”. Human Relations, Januari 1985, p 84. Oleh karena itu, Kreitner dan Kinicki menyebut model ini sebagai Afzalur Rahim’s Model (Kreitner dan kinicki, 1985: 287). Masalah yang berbeda, yaitu integrating, obliging. Dominating, avoiding, dan compromising.

keterlibatan pihak ketiga dalam konflik

A.         Keterlibatan pihak ketiga

            Orang-orang cenderung terlibat secara emosional dalam konflik. Keterlibatan ini dapat menimbulkan beberapa pengaruh, antara lain : persepsi bisa menjadi rusak, munculnya proses pemikiran dan argumentasi yang tidak rasional, pendirian yang tidak beralasan, komunikasi rusak, dan munculnya Pengaruh-pengaruh seperti ini menyebabkan konflik menjadi sulit dipecahkan. Dalam menghadapi situasi seperti ini, peranan pihak ketiga yang netral sangat diperlukan. Pihak ketiga yang netral akan lebih bisa diterima oleh pihak pihak yang terlibat karena mereka lebih menyukai evaluasi pihak lain daripada evaluasi pihak lawan. Semakin berwibawa, berkuasa, dipercaya, dan netral pihak ketiga, semakin besar kemungkinan pihak-pihak yang terlibat konflik untuk menahan emosi.
            Peranan yang dimainkan oleh pihak ketiga dapat berwujud berbagai macam bentuk, mulai dari wasit yang mengawasi komunikasi, sampai sebagai penghubung semua pihak, jika komunikasi langsung sulit dilakukan. Peranan penengah pada dasarnya adalah menjaga agar semua pihak berinteraksi dalam cara yang beralasan dan konstruktif. Meskipun demikian, sebagian besar manager biasanya enggan untuk mengundang pihak luar sebagai penengah karena sulit bagi mereka untuk mengakui secara terbuka bahwa mereka terlibat dalam konflik yang sedang terjadi. Jika para manager tetap terlibat dalam penyelesaian konflik, kedudukan mereka lebih sebagai seorang arbiter, yang memutuskan sesuatu setelah mendengar laporan dari pihak-pihak yang terlibat. Namun, dalam kebanyakan konflik, peranan penengah lebih disukai karena semua pihak dibantu untuk mencapai kesepakatan. Adapun arbitrasi lebih menyerupai proses pengadilan yang semua pihak membuat alasan sebaik mungkin untuk mendukung posisi mereka. Hal ini cenderung untuk memperkuat perbedaan, dan bukannya menyatukan perbedaan yang ada.

Sabtu, 08 Oktober 2011

Model Diagnosis Konflik Pandangan Kontinum dari Leonard Greenhalg

Nama : Achmad Faisal
Kelas : 2 KA 30
NPM : 10110071



A.         Keterlibatan pihak ketiga

            Orang-orang cenderung terlibat secara emosional dalam konflik. Keterlibatan ini dapat menimbulkan beberapa pengaruh, antara lain : persepsi bisa menjadi rusak, munculnya proses pemikiran dan argumentasi yang tidak rasional, pendirian yang tidak beralasan, komunikasi rusak, dan munculnya Pengaruh-pengaruh seperti ini menyebabkan konflik menjadi sulit dipecahkan. Dalam menghadapi situasi seperti ini, peranan pihak ketiga yang netral sangat diperlukan. Pihak ketiga yang netral akan lebih bisa diterima oleh pihak pihak yang terlibat karena mereka lebih menyukai evaluasi pihak lain daripada evaluasi pihak lawan. Semakin berwibawa, berkuasa, dipercaya, dan netral pihak ketiga, semakin besar kemungkinan pihak-pihak yang terlibat konflik untuk menahan emosi.
            Peranan yang dimainkan oleh pihak ketiga dapat berwujud berbagai macam bentuk, mulai dari wasit yang mengawasi komunikasi, sampai sebagai penghubung semua pihak, jika komunikasi langsung sulit dilakukan. Peranan penengah pada dasarnya adalah menjaga agar semua pihak berinteraksi dalam cara yang beralasan dan konstruktif. Meskipun demikian, sebagian besar manager biasanya enggan untuk mengundang pihak luar sebagai penengah karena sulit bagi mereka untuk mengakui secara terbuka bahwa mereka terlibat dalam konflik yang sedang terjadi. Jika para manager tetap terlibat dalam penyelesaian konflik, kedudukan mereka lebih sebagai seorang arbiter, yang memutuskan sesuatu setelah mendengar laporan dari pihak-pihak yang terlibat. Namun, dalam kebanyakan konflik, peranan penengah lebih disukai karena semua pihak dibantu untuk mencapai kesepakatan. Adapun arbitrasi lebih menyerupai proses pengadilan yang semua pihak membuat alasan sebaik mungkin untuk mendukung posisi mereka. Hal ini cenderung untuk memperkuat perbedaan, dan bukannya menyatukan perbedaan yang ada.

B.        Kemajuan Konflik
            Sulit mengatasi konflik jika semua pihak nyang terlibat tidak siap untuk suatu rekonsiliasi. Jika masing-masing pihak merasa bahwa diri mereka yang paling dirugikan, konflik sulit untuk dipecahkan. Oleh karena itu, hal penting yang harus dilakukan adalah membujuk pihak-pihak yang terlibat agar menyadari bahwa mereka sama-sama menderita akibat dari konflik. Pihak-pihak yang terlibat harus dibawa pada “posisi yang sama”, sehingga secara sukarela berpartisipasi dalam penyelesaian konflik.

1.        Lima gaya penanganan konflik ( five conflict-handling stylesI) dari Kreitner dan Kinicki
            Kreitner dan Kinicki mengadopsi model ini dari M.A. Rahim, dari tulisannya “A Strategy for Managing Konflict in Complex Organization”. Human Relations, Januari 1985, p 84. Oleh karena itu, Kreitner dan Kinicki menyebut model ini sebagai Afzalur Rahim’s Model (Kreitner dan kinicki, 1985: 287). Masalah yang berbeda, yaitu integrating, obliging. Dominating, avoiding, dan compromising.
a.     Integrating (problem Solving)
Dalam gaya ini, pihak-pihak yang berkepentingan secara bersama-sama mengidentifikasikan masalah yang dihadapi, kemudian mencari, mempertimbangkan, dan memilih solusi alternatif pemecahan masalah. Gaya ini cocok untuk memecahkan isu-isu kompleks yang disebabkan oleh salah paham (missunderstanding), tetapi tidak sesuai untuk memecahkan masalah yang terjadi karena sistem nilai yang berbeda. Kelemahan utamanya adalah memerlukan waktu yang lama dalam penyelesaian masalahnya.

b.     Obliging (smoothing)
Seseorang yang bergaya obliging lebih memusatkan perhatian pada upaya untuk memuaskan pihak lain daripada sendiri. Gaya ini sering pula disebut smoothing (melicinkan) karena berupaya mengurangi perbedaan-perbedaan dan menekan persamaan atau kebersamaan di antara pihak-pihak yang terlibat. Kekuatan strategi ini terletak pada upaya untuk mendorong terjadinya kerja sama. Kelemahannya, penyelesaiannya bersifat sementara dan tidak menyentuh masalah pokok yang ingin dipecahkan.
c.      Dominating (forcing)
Orientasi pada diri sendiri yang tinggi, dan rendahnya kepedulian terhadap kepentingan orang lain, mendorong seseorang untuk menggunakan taktik “saya menang, kamu kalah”. Gaya ini sering disebut memaksa (forcing) karena menggunakan legalitas formal dalam menyelesaikan masalah. Gaya ini cocok digunakan jika cara-cara yang tidak populer hendak diterapkan dalam penyelesaian masalah, masalah yang dipecahkan tidak terlalu penting, dan waktu untuk mengambil keputusan sudah mepet. Akan tetapi, tidak cocok untuk menangani masalah yang menghendaki partisipasi dari mereka yang terlibat. Kekuatan utama gaya ini terletak pada minimalnya waktu yang diperlukan. Kelemahannya, sering menimbulkan kejengkelan atau rasa berat hati untuk menerima keputusam oleh mereka yang terlibat.

d.     Avoiding
Taktik menghindar (avoiding) cocok digunakan untuk menyelesaikan masalah yang sepele atau remeh, atau jika biaya yang harus dikeluarkan untuk konfirmasi jauh lebih besar daripada keuntungan yang akan diperoleh. Gaya ini cocok untuk menyelesaikan masalah yang sulit atau “buruk”. Kekuatan dari strategi penghindaran adalah jika kita menghadapi situasi yang membingungkan atau mendua (ambiguous situations). Kelemahannya adalah penyelesaian masalah hanya bersifat sementara dan tidak menyelesaikan pokok masalahnya.

e.     Compromissing
Gaya ini menempatkan seseorang pada posisi moderat, yang secara seimbang memadukan antara kepentingan sendiri dan kepentingan orang lain. Ini merupakan pendekatan saling memberi dan menerima (give and ache approach) dari pihak-pihak yang terlibat. Kompromi sangat cocok dipergunakan untuk menangani masalah yang melibatkan pihak –pihak yang memliki tujuan yang berbeda, tetapi memiliki kekuatan yang sama. Misalnya, dalam negosiasi kontrak antara buruh dan majikan. Kekuatan yang utama dari kompromi adalah prosesnya yang sangat demokratis dan tidak ada pihak yang merasa dikalahkan. Akan tetapi, penyelesaian konfliknya terkadang bersifat sementara dan mencegah munculnya kreatifitas dalam penyelesaian masalah.
            Model-model diatas, sudah tentu hanya merupakan sebagian saja dari banyak model yang dapat dipilih dalam manajemen konflik. Model apapun yang akan dipilih akan bergantung pada beberapa faktor, antara lain : (1) latar belakang terjadinya konflik; (2) kategori pihak-pihak yang terlibat dalam konflik : apakan antar individu, individu dengan kelompok, atau antarkelompok dalam organisasi; (3) kompleksitas masalah yang akan dipecahkan; (4) kompleksitas organisasi.